assalaamu’alaikum wr. wb.
Saya pikir, Allah SWT pasti punya tujuan khusus dalam segala kehendak-Nya, apalagi jika menyangkut hamba-hamba pilihan yang diutus-Nya untuk membawa umat manusia kepada jalan yang benar. Dari sekian banyak utusan yang dirahmati-Nya, ada satu yang begitu identik dengan kemudaan, ketampanan, intelektualitas, dan ketenangan akal dalam mengambil keputusan, yaitu Nabi Yusuf as.
Nabi Yusuf as. adalah salah satu putra Nabi Ya’qub as. Nabi Ya’qub as. inilah yang diberi nama panggilan ‘Israil’, dan anak keturunannya kemudian disebut sebagai ‘Bani Israil’. Dari keluarga Nabi Ya’qub as. inilah sejarah besar Bani Israil dimulai, sementara kehidupan Nabi Yusuf as. pun tidak kalah serunya untuk disimak.
Di usianya yang masih belia, Yusuf as. terpaksa merasakan kedengkian yang luar biasa dari saudara-saudara kandungnya sendiri lantaran mereka menganggapnya lebih disayang oleh sang ayah. Tentu saja Ya’qub as. yang seorang Nabi tidak mungkin pilih kasih seperti itu, kecuali dengan alasan yang sangat jelas. Dari sini kita dengan mudah dapat menyimpulkan bahwa Yusuf as. memang jauh mengungguli saudara-saudaranya dalam hal ketinggian akhlaq.
Kedengkian sudah tak tertahankan, saudara-saudara Yusuf as. pun mengatur sebuah rencana. Ia dibawa berjalan-jalan, kemudian dilemparkan ke dalam sebuah sumur. Setelah itu mereka pulang dengan membawa baju Yusuf as. yang sudah dilumuri darah sambil meneteskan air mata buaya. Itulah awal dari kesedihan berlarut-larut yang dialami Nabi Ya’qub as.
Atas rahmat Allah, Yusuf as. diselamatkan dari sumur oleh orang yang kebetulan lewat, kemudian ia dibawa pergi dan dijual sebagai budak belian. Takdir membawanya ke tangan seorang pembesar Mesir yang kemudian memperlakukannya dengan sangat baik. Baik sang pembesar maupun istrinya sama-sama telah jatuh hati pada pemuda yang elok rupawan dan cerdas itu.
Sayangnya, istri sang pembesar malah jatuh hati sungguhan padanya. Ketika kesempatan itu datang, saat mereka hanya berdua di rumah, ia datang dan menggoda Yusuf as. untuk berbuat yang tidak-tidak. Di sinilah Yusuf as. membuktikan dirinya sebagai seorang lelaki sejati. Seorang pejantan tangguh!
Kata orang, lelaki itu lebih mampu menggunakan akal sehatnya daripada perempuan. Rasio lelaki (katanya) lebih mampu mengungguli emosinya, sementara perempuan justru sebaliknya. Maka ketika istri sang majikan berkata, “Marilah mendekat kepadaku!”, Yusuf as. pun berseru, “Aku berlindung kepada Allah! Sungguh tuanku teah memperlakukanku dengan baik!”
Al-Qur’an menjelaskan situasinya dengan sangat baik. Dalam Q.S. Yusuf [12] : 24 diceritakan secara gamblang bahwa pada saat itu sebenarnya bukan hanya sang istri majikan saja yang memiliki keinginan, namun Yusuf as. pun sebenarnya juga memiliki keinginan yang serupa. Sepasang manusia yang sama-sama berkeinginan, tengah berduaan saja di rumah. Tapi apa yang terjadi? Ternyata Yusuf as. mampu menguasai perasaannya dengan akal yang cemerlang. Ia mengesampingkan semua keinginannya karena akalnya berkata lain.
Di sisi lain, bagi seorang lelaki sejati, hutang budi adalah suatu hal yang amat sangat serius. Seberapa besarnya pun keinginan Yusuf as. terhadap istri sang majikan, namun hutang budi pada tuannya yang telah memperlakukannya dengan sangat baik harus tetap didahulukan. Beginilah dunia lelaki, hutang budi akan dibawa sampai mati. Hanya para lelaki pengecut atau separuh banci sajalah yang tidak menghormati hutang budi.
Kemudian berita pun menyebar di antara perempuan-perempuan
Akan tetapi apa yang sebenarnya dirasakan oleh Yusuf as.? Hatinya justru bersedih. Ia sedih karena telah menyusahkan hati majikannya yang baik hati beserta istrinya. Ia juga tidak gembira menjadi bahan pembicaraan banyak perempuan di
Maka ia pun dipenjarakan meskipun tidak punya salah sama sekali. Waktu di penjara dimanfaatkannya dengan baik untuk berdakwah, hingga suatu hari ia menafsirkan mimpi dua orang pelayan Raja ; yang seorang akan kembali pada kedudukannya semula, sementara yang satu lagi akan dihukum mati. Yusuf as. kemudian meminta pada sang pelayan yang akan diselamatkan untuk menyampaikan keadaannya kepada Raja. Akan tetapi ia terpaksa bersabar selama beberapa lama karena syetan telah membuat sang pelayan lupa, hingga suatu hari Raja mencari-cari orang yang bisa menafsirkan mimpinya.
Maka kebaikan yang sejati pun akan sampai pula pada telinga semua orang, dan sang pelayan Raja pun mengantarkan Yusuf as. ke hadapan Raja. Di hadapan Raja itulah Yusuf as. menceritakan fitnah yang terjadi pada dirinya. Istri mantan majikannya pun dengan rendah hati mengakui, “Sekarang jelaslah kebenaran itu. Akulah yang menggoda dan merayunya, dan sesungguhnya dia (Yusuf as.) termasuk orang-orang yang benar.” Setelah itu Yusuf as. kembali menyatakan kesetiaannya pada sang majikan dan kepastian bahwa ia tidak pernah berpikir akan mengkhianatinya, walau sedetik pun. Sekali lagi, beginilah dunia lelaki. Hutang budi harus dibawa mati.
Kemudian Yusuf as. mengatakan sesuatu yang mesti dijadikan prinsip hidup oleh semua lelaki yang (mengaku) rasionya lebih unggul daripada perasaannya : “Dan aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Rabb-ku. Sesungguhnya Rabb-ku Maha Pengampun, Maha Penyayang.” Benar sekali! Bahkan Yusuf as. dengan segala keunggulannya pun tetaplah seorang lelaki yang juga merasakan hawa nafsu. Akan tetapi, akal mesti selalu lebih unggul.
Dengan segala kecemerlangannya, dengan mudah ia pun menerima jabatan sebagai Bendahara Negara Mesir. Ia pun sukses memimpin Mesir menghadapi tahun-tahun paceklik. Pada masa-masa inilah ia membuktikan keunggulan intelektualitasnya. Yusuf as. tidak hanya tampan rupawan, sabar dan menghargai hutang budi, namun juga cerdas bukan main.
Ketika saatnya tiba, Allah SWT mempertemukannya kembali dengan saudara-saudaranya yang dahulu mencelakainya. Mereka tidak mengenalinya lagi, karena Yusuf as. sudah tumbuh dewasa dan kedudukannya kini sebagai seorang pejabat tinggi di Mesir. Siapa yang berani menyangka anak laki-laki yang dahulu dilemparkan ke dalam sumur akan kembali sebagai pembesar negara di hadapan mereka?
Maka disusunlah rencana sedemikian rupa sehingga mereka membawa serta seluruh keluarganya ke hadapan Yusuf as. Ketika akhirnya saudara-saudaranya tersadar bahwa yang berada di hadapannya adalah Yusuf as. sendiri, beginilah ucapan sang Nabi : “Pada hari ini tidak ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni kamu. Dan Dia Maha Penyayang di antara para penyayang!” Tidak ada dendam, tidak ada pembalasan. Yusuf as. telah menaklukkan mereka semua dengan akal sehat, dan kemudian memaafkan segala kesalahan mereka di masa lampau.
Lelaki sejati bukanlah mereka yang memuaskan dirinya dengan menindas yang lemah. Lelaki sejati haruslah memasang badan untuk melindungi mereka yang pantas untuk dilindungi, bukan justru memanfaatkan kelemahan orang lain. Setelah saudara-saudaranya ‘takluk’ di hadapannya, ia tidak memanfaatkan kesempatan untuk menindas balik. Ia dengan mudah bisa memerintahkan prajurit-prajurit pengawalnya untuk memenggal mereka, namun hal itu tidak dilakukannya. Lelaki sejati harus melindungi yang lemah, bukan mengambil kesempatan darinya.
Beginilah lelaki sejati, sebagaimana dikisahkan di dalam Al-Qur’an!
wassalaamu’alaikum wr. wb.